January 10, 2018

Liburan Menyenangkan di Hutan Mangrove Rawamekar


SIAK, SUNGAI APIT - Pesisiran kabupaten Siak ternyata menyimpan tempat pelesiran alami yang menarik. Seperti di Rawamekar, kecamatan Sungai Apit, hamparan mangrove yang luas telah menjelma menjadi destinasi baru bagi warga.

Dari ibu kabupaten Siak, Anda bisa menempuh perjalanan lebih kurang 1 jam ke Rawamekar. Dari gerbang kampung itu akan ada petunjuk arah ke tepian pantai. Di garis bibir laut selat Melaka itu, terdampar hamparan mangrove yang eksotik.

Kini, hutan mangrove tersebut semakin luas. Sebab, banyak aktivis lingkungan yang sukarela menanam mangrover di sana.

Lebatnya hutan mangrove tersebut memantik daya tarik pemuda lokal. Lalu mereka mulai bergotong royong membangun akses dan jembatan kayu untuk menuju ke dalaman hutan mangrove. Jembatan-jembatan kayu di dalam hutan menjadi akses yang menarik bagi pengunjung untuk merasakan sensasi ketika berada di dalam mangrove.

Pemuda setempat kemudian membangun rumah alam bakau RMJ di sekitar lokasi. Bahkan kini, sudah dipungut biaya masuk demi kelanjutan pengelolaan dan perawatan hutan.

Bambang B, seorang pengunjung yang memboyong keluarganya ke sana, Selasa (9/1/2018) sore, berdecak kagum melihat Rumah Alam Bakau dan lebatnya hutan mangrove. Ia menilai, hutan mangrove dan kreativitas pemuda setempat patut diacungi jempol. Selain menjadi wahana yang menyejukan juga sangat menjual untuk wisatawan asing.

"Kami puas bermain di sini, bisa melihat dan menjelajah ke dalaman mangrove tanpa harus berkubang lumpur. Saya akan kembali lagi bila ada kesempatan," kata dia.

Ketua pengelola Rumah Alam Bakau Rawamekar Jaya, Setiono mengatakan, meski belum terekspos destinasi ini, namun pengunjung sudah banyak yang berdatangan. Terlebih pada hari libur nasional ataupun pada har-hari besar lainnya.

Ia menguraikan, untuk mengelola hutan tersebut pihaknya melibatkan masyarakat setempat. Bahkan, sudah ada jadwal piket yang diberikan setiap hari.

"Kami juga membuat tempat pembelian karcis. Namun karcis juga dijual kepada pengunjung yang membawa motor atau mobil," kata dia.

Untuk pengunjung yang menggunakan sepeda motor dikenai biaya Rp 2000 dan untuk mobil Rp 5000. Anggaran itu hanya pengganti parkir, namun anggaran yang didapat dikelola dengan baik. Sementara untuk masuk ke hutan mangrove hanya dikenai biaya Rp 4000.

"Kami selalu menjaga keamaman areal ini. Selama ini belum ada pengunjung yang kehilangan motor maupun barang lainnya," kata dia.

Ia mengelola hutan mangrove tersebut secara swadaya. Wajar saja bila terjadi kekurangan di sana sini, akibat terbatasnya anggaran untuk menambah fasilitas. Namun begitu, pihaknya berupaya terus membenahi lokasi dan menambah fasilitas umum.

"Selama ini attensi masyarakat sangat tinggi terhadap pengelolaan hutan mangrove ini. Banyak pengunjung dari daerah lain yang rela menempuh jalan becek demi sampai di sini," kata dia.

Tidak mengherankan, bila pengunjung selama 2017 lalu mencapai 8.000 lebih. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penjualan tiket.

"Akses jalan menuju lokasi ini amat jelek. Apalagi dari Dari Simpang Pusaka, Buton, Sungai Rawa dan Rawamekar. Kami memohon kepada Pemkab Siak agar membenahi akses itu," kata dia.

Sementara itu Camat Sungai Apit Suparni dangat membanggakan hutan mamgrove tersebut. Apalagi, dengan adanya hutan mangrove itu Sungai Apit menjadi terkenal di mana-mana.

"Saya bangga sekali ketika ada orang asing datang kemari," kata dia.(dow)